pengunjung yang datang

Selasa, 24 Oktober 2017

Masa pemerintahan Van Der Capellen dan Gisignies


 masa pemerintahan Van der capellen dan Gisignies




KATA PENGANTAR

Puji  syukur  kami  panjatkan  kehadirat  Allah  swt., karena  atas  limpahan  rahmat  dan  karunia – Nya lah  sehingga  kami  dapat  menyelesaikan  Makalah Sejarah  ini  sesuai  waktunya.
          Kami  mencoba  berusaha  menyusun  makalah  ini  sedemikian  rupa  dengan  harapan  dapat  membantu  pembaca  dalam  memahami  pelajaran  Sejarah yang  merupakan  judul  dari  Makalah  kami, yaitu  “masa pemerintahan van den cappellen dan designies”Disamping  itu, kami  berharap  bahwa   Makalah Sejarah  ini  dapat  dijadikan  bekal  pengetahuan  untuk  melangkah  ke  jenjang  pendidikan  yang  lebih  tinggi  lagi.

          Kami  menyadari  bahwa  didalam  pembuatan  Makalah Sejarah  ini  masih  ada  kekurangan  sehingga  kami  berharap  saran  dan  kritik  dari  pembaca  sekalian  khususnya  dari  guru  mata  pelajaran  sejarah  agar  dapat  meningkatkan  mutu  dalam  penyajian  berikutnya.
          Akhir  kata  kami  ucapkan  terima  kasih.

                                                                Rangkasbitung 20 agustus 2017

                                                                                                                                                           


                                                                                                                                                                                                                                Penyusun










DAFTAR ISI
kata pengantar............................................................................... 2
daftar isi.......................................................................................... 3
a.     Masa pemerintahan van der capellen................................ 4
Ø Sejarah berdirinya benteng van der
Capellen....................................................................... 5

Ø Kebijakan kebijakan yang di buat van
Der capellen di indonesia........................................... 7
b.    Masa pemerintahan L.P.J Du Bus De gisignies................... 8
Ø Kebijakan kebijakan yang di buat L.P.J Du
Bus De Gisignies.......................................................... 9



Penutup....................................................................... 10
Daftar pustaka............................................................. 11















Pada tahun 1819 tugas Komisi Jenderal dinilai sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland sedangkan van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal. Karena van der Capellen ikut menyusun undang-undang yang akan diterapkan di Indonesia setelah wilayah itu kembali kepada Belanda.
Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan. Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang direncanakan.Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru

Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana. Dengan alasan tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu,beberapa peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner.
Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan perlahan-lahan kembali kepada sistem lama.Dengan demikian peraturan pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku. Meskipun demikian, Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung
peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek
pemerintahan liberal itu telah gagal.dan akhirnya di buatlah benteng milik VAN DEN CAPPELLEN
Ø Sejarah berdirinya Benteng van den cappellen
Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekkah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam.
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktik budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya sabung ayamberjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyerangan kepada rakyat.
Benteng Van der Capellen tahun 1826
Sesampai di Batusangkar, pasukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, sesuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.
Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II. Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di BatusangkarKabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari pendudukan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.

Di antara pembaruan-pembaruan yang dicoba oleh van der Capellen adalah pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang kemarahan orang-orang Eropa (terutama orang Belanda) terhadapnya. Dalam tahun 1821 van der Capellen mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-orang Indonesia agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta untuk memperbesar hasil bagi pemerintah Belanda. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang Eropa adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan itu dia melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat. Peraturan ini juga untuk melindungi orang pribumi. Orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang merasa paling dirugikan adalah yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka sudah membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu turun, maka mereka menuntut pengembalian uang muka yang sudah habis dibelanjakan oleh orang-orang pribumi.
Akibatnya orang-orang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Anggaran belanja negara semasa pemerintahan van der Capellen senantiasa menunjukkan defisit, sehingga Negeri Belanda harus menutupnya. Dalam keadaan kesulitan keuangan yang dialami Negeri Belanda sendiri pada waktu itu, maka suatu koloni yang tak dapat mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tak ada gunanya. Karenanya keadaan itu tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga pada tahun 1825 Pemerintah Belanda memanggil Gubernur Jenderal van der Capellen kembali ke negeri Belanda.








Ø KEBIJAKAN kebijakan yang di buat VAN DER CAPELLEN DI INDONESIA (1819-1825)


A.      KEBIJAKAN POLITIK

Pada prinsipnya sangat konservatif terbukti dengan dikeluarkannya 3 Undang-undang pada masanya yaitu:
1.     Ordonansi 1820, daerah Periyangan tertutup untuk bangsa timur asing, kecuali bangsa eropa yang izin tertulis.
2.     Ordonansi 1821, larangan mendirikan gudang atau kerajinan di luar ibukota.
3.     Ordinansi 1823, instruksi pembatalan sewa menyewa tanah yang berlaku surut (uang sewa harus dikembalikan)[3]
1820 pemerintah membentuk komisi untuk menyelidiki kondisi rakyat Maluku (pasca pemberontakan Patimura), hasilnya: Kondisi rakyat sangat menyedihkan, monopoli harus dihapus dan swasta asing harus mendapat kebebasan. Tetapi Gubenur Jendral mengadakan penyelidikan sendiri 1824, dan ia pada 15 April 1824 memberikan pernyataan di Ambon yang intinya:
1.     Politik penebangan dilarang
2.     Kerja paksa dikurangi
3.     Harga pembelian pemerintah dinaikkan
4.     Setoran paksa baik yang mendapat ganti maupun tidak dihapuskan
5.     Tiap-tiap orang bebas menanam dan tidak diadakan pembatasan
6.     Hasil-hasil tersebut harus diserahkan kepada pemerintah (moopoli)

B.      KEBIJAKAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Pada masa awal pemerintahannya, Van der Capellen menerbitkan surat keputusan tertanggal 8 Maret 1819 yang berisi perintah untuk mengadakan penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa dengan tujuan :
1)      Meningkatkan kemampuan baca tulis masyarakat.
2)      Memperbaiki pelaksanaan undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pendidikan sesuai dengan hasil penelitian.

C.       KEBIJAKAN DALAM BIDANG EKONOMI

  • Di satu pihak Van der Capellen mengakui kepentingan pengusaha Eropa tas pelayaran dan perdagangan, tetapi di lain pihak ia menolak mereka campur tangan dalam kegiatan produksi pertanian.
  • Dikeluarkannya uang tembaga dalam jumlah yang sanagta banyak, dengan maksud untuk meningkatkan industri dan kemakmuran, namun akibatnya justru berbeda.

D.      BERAKHIRNYA MASA PEMERINTAHAN VAN DER CAPELLEN

Faktor yang menyebabkan berakhirnya pemerintahan Van der Capellen:
  • Hutang Hindia Belanda meningkat pesat.
  • Produksi tanaman eksport menyusut
  • Kemarahan para pemilik perkebunan Eropa karena kebijakan Van der Capellen mengenai kepemilikan tanah.
  • Kaum liberal di Belanda menyalahkannya karena kebijakan “reaksioner”-nya, dan raja menyalahkannya karena parahnya keuangan koloni itu.
  • Selama tujuh tahun administrasinya, Van der Capellen menghabiskan 24 Juta Gulden melebihi pendapatan pemerintah.
  • Harga jatuh secara tiba-tiba di pasar kopi yang menyebabkan pemerintah Batavia kehilangan penghasilan besar.
  • Dengan dikeluarkannya uang tembaga ,menyebabkan uang perak hilang dari peredaran , mengalir elaur indonesia atau dibungakan.
  • Terakhir pecahnya perang besar di Jawa
Oleh karena itu, Van der Capellen dipanggil pulang pada 1824 dan menyerahkan roda pemerintahan pada 1826,dan digantikan oleh  Du Bus de Gisignies[4].

 

B.     MASA PEMERINTAHAN L.P.J. DU BUS DE GISIGNIES (1826-1830)

Sesuai dengan politik Raja Willem I yang bercap liberal pada tahun 1825 diangkatlah Du Bus, seorang kapitalis Belgia terkemuka sebagai pengganti Van der Capellen. Konsepnya tentang politik colonial sejalan dengan konsep Willem I, ialah kebebasan penanaman bersama dengan peningkatan produksi untuk ekspor sebagai dasar guna memajukan perdagangan dan pajak tanah.
Menurut du Bus peningkatan produksi akan menambah kemampuan pribumi untuk membeli, berbeda dengan Raffles yang beranggapan bahwa perbaikan kesejahteraan rakyatlah yang dapat meningkatkan daya belinya. (Sartono, Kartodirdjo:1999:338).
Dalam pelaksanaan ekonomi politiknya du Bus mengalami hambatan-hambatan, seperti ;
1.      Tanah yang telah digarap di Jawa baru atau 1/8 dari luas keseluruhanya.
2.      Pribum  tidak mempunyai kemauan untuk membuka tanah baru, karena cukup hidup dari penanaman padi pada sebidang tanah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Politik du Bus memerlukan tanah dan tenaga rakyat ditambah modal kaum Eropa, ketiga factor itu akan membuat produksi ekspor. Namun hasil dari politik yang dilakukan atau dilaksanakan du Bus ini pada akhirnya mengalami kegagalan, karena mengalami kemerosotan pemasukan pajak tanah pada satu pihak dan tidak tampaknya kemajuan hasil ekspor, seperti kopi, gula, dan indigo.
Ø KEBIJAKAN KEBIKAJAN YANG DI BUAT L.P.J DU BUS DE GISIGNIES (1826-1830)
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Van der Capellen pada tahun 1826, maka pemerintahan diserahkan kepada Du Bus de Gisignies, seorang bangsawan Belgia. Du Bus memerintah selama empat tahun. Keempat tahun itu disibukan oleh perang melawan Dipanegara, pangeran Yogyakarta.
1.     Kebijakan politik Du Bus de Gisignies
  • Konsepnya tentang politik kolonial sejalan dengan Konsep Willem I, ialah kebebasan penanaman bersama dengan peningkatan produksi untuk ekspor sebagai dasar guna memajukan perdagangan dan pajak tanah.
  • Politik Du Bus memerlukan tanah dan tenaga rakyat ditambah modal kaum Eropa, ketiga faktor itu akan membuat produksi ekspor
  • Mencabut larangan menyewakan tanah oleh raja-raja dan kaum bangsawan kepada swasta, yang sebelumnya dikeluarkan oleh Van der Capellen

B.   KEBIJAKAN EKONOMI

  • Selama ekspor tidak bisa ditingkatkan dengan menganti milik bersama menjadi milik perorangan, penambahan modal baru untuk perkebunan disamping yang sudah ada. Tanah-tanah yang diberikan adalah tanah-tanah yang belum dibuka yang terletak dekat desa yang padat penduduknya, sehingga petani mendapat tambahan penghasilan
  • Menurut Du Bus, peningkatan produksi akan menambah kemampuan pribumi untuk membeli, berbeda dengan Rflles yang beranggapan bahwa perbaiakan kesejahteraan rakyatlah yang dapat meningkatkan daya belinya.
Dalam melaksanakan pelaksanaan ekonomi politiknya Du Bus mengalami hambatan-hambatan, seperti:
1.     Tanah yang telah digarap di Jawa baru ¼ atau 1/8 dari luas keseluruhannya
2.     Pribumi tidak mempunyai hasrat membuka tanah baru karena cukup hidup dari penanaman padi opada sebidang tanah sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari[6]
3.     Berakhirnya masa pemerintahan Du Bus de Gisignies
Kegagalan Sistem Sewa Tanah dalam merangsang para petani pedesaan untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang dilakukan selama pemerintahan Komisaris Jenderal Van der Capellen dan Du Bus de Gisignies, menyebabkan pada tahun 1830 dia digantikan oleh Johanes van den Bosch





PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan atau kondisi politik dan ekonomi Indonesia selalu mengalami perubahan mulai dari 1808-1830. Kondisi politik dan ekonomi Indonesia pada 1816-1830 dipimpin oleh tiga orang yang diutus oleh Raja Willem I ke pulau Jawa dengan dasar pemerintahan yang perlu memperhatikan perbaikan nasib rakyat, pendidikan agama dan moral serta perlu mendorong kebebasan bercocok tanam dan melangkah ke pemungutan pajak tanah.
Ketiga orang itu adalah C.T. Elout, Van der Capellen, dan A.A. Buyskes, dan komisaris-komisaris ini dibantu oleh  H.W. Muntinghe.

















Daftar pustaka








1 komentar: