masa pemerintahan Van der capellen dan
Gisignies
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas
limpahan rahmat dan karunia – Nya lah sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Sejarah ini
sesuai waktunya.
Kami mencoba berusaha menyusun makalah ini
sedemikian rupa dengan harapan dapat membantu
pembaca dalam memahami pelajaran Sejarah yang
merupakan judul dari Makalah kami, yaitu “masa
pemerintahan van den cappellen dan designies”. Disamping
itu, kami berharap bahwa Makalah Sejarah
ini dapat dijadikan bekal pengetahuan untuk
melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi lagi.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah Sejarah ini
masih ada kekurangan sehingga kami berharap
saran dan kritik dari pembaca sekalian
khususnya dari guru mata pelajaran sejarah
agar dapat meningkatkan mutu dalam
penyajian berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Rangkasbitung 20 agustus 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
kata pengantar............................................................................... 2
daftar isi.......................................................................................... 3
a.
Masa pemerintahan van der capellen................................ 4
Ø Sejarah berdirinya benteng
van der
Capellen....................................................................... 5
Ø Kebijakan kebijakan yang di
buat van
Der capellen di indonesia........................................... 7
b.
Masa pemerintahan L.P.J Du Bus De gisignies................... 8
Ø Kebijakan kebijakan yang di
buat L.P.J Du
Bus De Gisignies.......................................................... 9
Penutup....................................................................... 10
Daftar
pustaka............................................................. 11
Pada tahun 1819 tugas Komisi
Jenderal dinilai sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland
sedangkan van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal.
Karena van der Capellen ikut menyusun undang-undang yang akan diterapkan di
Indonesia setelah wilayah itu kembali kepada Belanda.
Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan. Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang direncanakan.Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru
Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana. Dengan alasan tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu,beberapa peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner.
Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan perlahan-lahan kembali kepada sistem lama.Dengan demikian peraturan pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku. Meskipun demikian, Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung
peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek
pemerintahan liberal itu telah gagal.dan akhirnya di buatlah benteng milik VAN DEN CAPPELLEN
Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan. Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang direncanakan.Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru
Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana. Dengan alasan tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu,beberapa peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner.
Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan perlahan-lahan kembali kepada sistem lama.Dengan demikian peraturan pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku. Meskipun demikian, Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung
peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek
pemerintahan liberal itu telah gagal.dan akhirnya di buatlah benteng milik VAN DEN CAPPELLEN
Ø Sejarah berdirinya Benteng van den cappellen
Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar
tahun 1821. Hal ini terjadi
karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekkah dan ingin melakukan
pemurnian ajaran agama Islam.
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan
praktik budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam,
misalnya sabung ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya.
Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan
memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan
antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara
keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum
Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu
itu sudah berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah
pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyerangan kepada rakyat.
Benteng Van der Capellen tahun 1826
Sesampai di Batusangkar, pasukan Belanda dipusatkan di
suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari
pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun
sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada
tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ±
4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang
melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama
Benteng Van der Capellen, sesuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada
waktu itu yaitu Godert
Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.
Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan
strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai
wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya
perjuangan kolonial
Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan
demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama,
tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya.
Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan
demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke
Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat
meletusnya Perang Dunia
II. Benteng Van der
Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki
perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak
terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Pada saat Jepang berhasil
merebut Sumatera
Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen
kemudian dikuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia
berhasil merebut kemerdekaan dari pendudukan
Jepang, Benteng Van der
Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda
selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
Di antara pembaruan-pembaruan yang dicoba oleh van der Capellen adalah pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang kemarahan orang-orang Eropa (terutama orang Belanda) terhadapnya. Dalam tahun 1821 van der Capellen mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-orang Indonesia agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta untuk memperbesar hasil bagi pemerintah Belanda. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang Eropa adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan itu dia melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat. Peraturan ini juga untuk melindungi orang pribumi. Orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang merasa paling dirugikan adalah yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka sudah membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu turun, maka mereka menuntut pengembalian uang muka yang sudah habis dibelanjakan oleh orang-orang pribumi.
Akibatnya orang-orang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Anggaran belanja negara semasa pemerintahan van der Capellen senantiasa menunjukkan defisit, sehingga Negeri Belanda harus menutupnya. Dalam keadaan kesulitan keuangan yang dialami Negeri Belanda sendiri pada waktu itu, maka suatu koloni yang tak dapat mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tak ada gunanya. Karenanya keadaan itu tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga pada tahun 1825 Pemerintah Belanda memanggil Gubernur Jenderal van der Capellen kembali ke negeri Belanda.
Ø
KEBIJAKAN kebijakan yang di buat VAN
DER CAPELLEN DI INDONESIA (1819-1825)
A.
KEBIJAKAN POLITIK
Pada prinsipnya sangat konservatif terbukti dengan dikeluarkannya
3 Undang-undang pada masanya yaitu:
1.
Ordonansi
1820, daerah Periyangan tertutup untuk bangsa timur asing, kecuali bangsa eropa
yang izin tertulis.
2.
Ordonansi
1821, larangan mendirikan gudang atau kerajinan di luar ibukota.
3.
Ordinansi
1823, instruksi pembatalan sewa menyewa tanah yang berlaku surut (uang sewa
harus dikembalikan)[3]
1820 pemerintah membentuk komisi untuk menyelidiki kondisi rakyat
Maluku (pasca pemberontakan Patimura), hasilnya: Kondisi rakyat sangat
menyedihkan, monopoli harus dihapus dan swasta asing harus mendapat kebebasan.
Tetapi Gubenur Jendral mengadakan penyelidikan sendiri 1824, dan ia pada 15
April 1824 memberikan pernyataan di Ambon yang intinya:
1.
Politik
penebangan dilarang
2.
Kerja
paksa dikurangi
3.
Harga
pembelian pemerintah dinaikkan
4.
Setoran
paksa baik yang mendapat ganti maupun tidak dihapuskan
5.
Tiap-tiap
orang bebas menanam dan tidak diadakan pembatasan
6.
Hasil-hasil
tersebut harus diserahkan kepada pemerintah (moopoli)
B.
KEBIJAKAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Pada masa awal pemerintahannya, Van der Capellen menerbitkan surat
keputusan tertanggal 8 Maret 1819 yang berisi perintah untuk mengadakan
penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa dengan tujuan :
1) Meningkatkan kemampuan baca tulis
masyarakat.
2) Memperbaiki pelaksanaan
undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pendidikan sesuai dengan hasil
penelitian.
C.
KEBIJAKAN DALAM BIDANG EKONOMI
- Di satu pihak Van der Capellen mengakui kepentingan pengusaha
Eropa tas pelayaran dan perdagangan, tetapi di lain pihak ia menolak
mereka campur tangan dalam kegiatan produksi pertanian.
- Dikeluarkannya uang tembaga dalam jumlah yang sanagta banyak,
dengan maksud untuk meningkatkan industri dan kemakmuran, namun akibatnya
justru berbeda.
D.
BERAKHIRNYA MASA PEMERINTAHAN VAN DER CAPELLEN
Faktor yang menyebabkan berakhirnya pemerintahan Van der Capellen:
- Hutang Hindia Belanda meningkat pesat.
- Produksi tanaman eksport menyusut
- Kemarahan para pemilik perkebunan Eropa karena kebijakan Van
der Capellen mengenai kepemilikan tanah.
- Kaum liberal di Belanda menyalahkannya karena kebijakan
“reaksioner”-nya, dan raja menyalahkannya karena parahnya keuangan koloni
itu.
- Selama tujuh tahun administrasinya, Van der Capellen
menghabiskan 24 Juta Gulden melebihi pendapatan pemerintah.
- Harga jatuh secara tiba-tiba di pasar kopi yang menyebabkan
pemerintah Batavia kehilangan penghasilan besar.
- Dengan dikeluarkannya uang tembaga ,menyebabkan uang perak
hilang dari peredaran , mengalir elaur indonesia atau dibungakan.
- Terakhir pecahnya perang besar di Jawa
Oleh karena itu, Van der Capellen dipanggil pulang pada 1824 dan
menyerahkan roda pemerintahan pada 1826,dan digantikan oleh Du Bus de
Gisignies[4].
B. MASA PEMERINTAHAN L.P.J. DU BUS DE GISIGNIES
(1826-1830)
Sesuai dengan politik Raja Willem I yang bercap
liberal pada tahun 1825 diangkatlah Du Bus, seorang kapitalis Belgia terkemuka
sebagai pengganti Van der Capellen. Konsepnya tentang politik colonial sejalan
dengan konsep Willem I, ialah kebebasan penanaman bersama dengan peningkatan
produksi untuk ekspor sebagai dasar guna memajukan perdagangan dan pajak tanah.
Menurut du Bus peningkatan produksi akan menambah
kemampuan pribumi untuk membeli, berbeda dengan Raffles yang beranggapan bahwa
perbaikan kesejahteraan rakyatlah yang dapat meningkatkan daya belinya.
(Sartono, Kartodirdjo:1999:338).
Dalam pelaksanaan ekonomi politiknya du Bus mengalami
hambatan-hambatan, seperti ;
1. Tanah yang telah
digarap di Jawa baru atau 1/8 dari luas keseluruhanya.
2. Pribum tidak mempunyai kemauan untuk membuka tanah
baru, karena cukup hidup dari penanaman padi pada sebidang tanah sekedar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Politik du Bus memerlukan tanah dan tenaga rakyat
ditambah modal kaum Eropa, ketiga factor itu akan membuat produksi ekspor.
Namun hasil dari politik yang dilakukan atau dilaksanakan du Bus ini pada
akhirnya mengalami kegagalan, karena mengalami kemerosotan pemasukan pajak
tanah pada satu pihak dan tidak tampaknya kemajuan hasil ekspor, seperti kopi,
gula, dan indigo.
Ø
KEBIJAKAN KEBIKAJAN YANG DI BUAT L.P.J DU BUS
DE GISIGNIES (1826-1830)
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Van der Capellen pada tahun
1826, maka pemerintahan diserahkan kepada Du Bus de Gisignies, seorang
bangsawan Belgia. Du Bus memerintah selama empat tahun. Keempat tahun itu
disibukan oleh perang melawan Dipanegara, pangeran Yogyakarta.
1.
Kebijakan politik Du Bus de Gisignies
- Konsepnya tentang politik kolonial sejalan dengan Konsep
Willem I, ialah kebebasan penanaman bersama dengan peningkatan produksi
untuk ekspor sebagai dasar guna memajukan perdagangan dan pajak tanah.
- Politik Du Bus memerlukan tanah dan tenaga rakyat ditambah
modal kaum Eropa, ketiga faktor itu akan membuat produksi ekspor
- Mencabut larangan menyewakan tanah oleh raja-raja dan kaum
bangsawan kepada swasta, yang sebelumnya dikeluarkan oleh Van der Capellen
B.
KEBIJAKAN EKONOMI
- Selama ekspor tidak bisa ditingkatkan dengan menganti milik
bersama menjadi milik perorangan, penambahan modal baru untuk perkebunan disamping
yang sudah ada. Tanah-tanah yang diberikan adalah tanah-tanah yang belum
dibuka yang terletak dekat desa yang padat penduduknya, sehingga petani
mendapat tambahan penghasilan
- Menurut Du Bus, peningkatan produksi akan menambah kemampuan
pribumi untuk membeli, berbeda dengan Rflles yang beranggapan bahwa
perbaiakan kesejahteraan rakyatlah yang dapat meningkatkan daya belinya.
Dalam melaksanakan pelaksanaan ekonomi politiknya Du Bus mengalami
hambatan-hambatan, seperti:
1.
Tanah
yang telah digarap di Jawa baru ¼ atau 1/8 dari luas keseluruhannya
2.
Pribumi
tidak mempunyai hasrat membuka tanah baru karena cukup hidup dari penanaman
padi opada sebidang tanah sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari[6]
3.
Berakhirnya masa pemerintahan Du Bus de Gisignies
Kegagalan Sistem Sewa Tanah dalam merangsang para petani pedesaan
untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang dilakukan selama pemerintahan
Komisaris Jenderal Van der Capellen dan Du Bus de Gisignies, menyebabkan pada
tahun 1830 dia digantikan oleh Johanes van den Bosch
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
keadaan atau kondisi politik dan ekonomi Indonesia selalu mengalami perubahan
mulai dari 1808-1830. Kondisi politik dan ekonomi Indonesia pada 1816-1830
dipimpin oleh tiga orang yang diutus oleh Raja Willem I ke pulau Jawa dengan
dasar pemerintahan yang perlu memperhatikan perbaikan nasib rakyat, pendidikan
agama dan moral serta perlu mendorong kebebasan bercocok tanam dan melangkah ke
pemungutan pajak tanah.
Ketiga orang itu adalah C.T. Elout, Van der Capellen,
dan A.A. Buyskes, dan komisaris-komisaris ini dibantu oleh H.W.
Muntinghe.
Daftar
pustaka
Teeima kasih ya, Bang. Ini sangat membantu:)
BalasHapus